Apakah itu Radang (Inflamasi)?

Peradangan merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya, peradangan adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirklasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen-agen penyerang, penghancur jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan.

Pada proses peradangan terjadi pelepasan histamine dan zat-zat humoral lain kedalam cairan jaringan sekitar.

Sekresi histamine mengakibatkan :

1.Peningkatan aliran darah lokal

2.Peningkatan permeabilitas kapiler

3.Permembesan arteri dan fibrinogen dalam jaringan interstitial

4.Edema ektraseluler

5.Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan limfe.

Proses Terjadinya Peradangan

Pada setiap luka jaringan, mula-mula akan terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga plasma akan merembes keluar. Selanjutnya cairan edema akan berkumpul didaerah sekitar luka, kemudian fibrin membentuk semacam jala, struktur ini menutupi saluran limfe sehingga penyebaran mikroorganisme dapat dibatasi. Dalam proses imflamasi terjadi phagositosis, mula-mula phagosit, membungkus mikroorganisme, kemudian di digesti dalam sel. Selanjutnya akan keluar protease seluler yang menyebakan lisis leukosit. Setelah itu makrofak nuclear besar akan tiba dan membungkus sisa leukosit. Akhirnya terjadi pencairan yang merupakan hasil proses inflamasi lokal. Cairan kaya protein dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang ekstraseluler disebut dengan eksudat

Tanda-tanda Kardinal Peradangan

Pada peradangan akut, dapat dilihat dari tanda-tanda pokok (Tanda-tanda Peradangan)

1.Kemerahan (Rubor) : Kemerahan atau Rubor biasanya merupakan hal yang pertama dilihat di daerah yang mengalami peradangan.

2.Panas (Kalor) : Panas atau kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh yang dalam keadaan normal 37C( suhu dalam tubuh). Hal ini disebabkan karena darah lebih banyak disalurkan di daerah peradangan dibandingkan daerah yang normal.

3.Rasa Sakit (Dolor)

Rasa sakit terjadi karena adanya ransangan saraf. Rangsangan saraf sendiri sapat terjadi akibat perubahan pH lokal, perubahan konsentrasi ion-ion tertentu, atau pengeluaran zat-zat kimia bioaktif lainnya. Selain itu, pembengkakan jaringan yang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal juga dapat menimbulkan rasa sakit.

4. Pembengkakan (Tumor)

Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun didaerah peradangan disebut dengan eksudat.

5. Fungsio Lasea

Perubahan fungsi atau fungsio lasea adalah reaksi reaksi peradangan yang telah dikenal. Sepintas mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri yang disertai sirkulasi abnormal dari lingkungan kimiawi yang abnormal, berfungsi abnormal. Namun sebetulnya tidak diketahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan meradang terganggu.

Jenis Radang

1.Radang Kataral

Terbentuk diatas permukaan mukosa, dimana terdapat sel-sel yang mensekresikan musin. Eksudat musin yang terkenal adalah ‘Puck’ yang banyak menyertai infeksi pernafasan bagian atas.

2.Radang Pseudomembran

Istilah ini dipakai untuk reaksi radang pada permukaan selaput lendir, ditandai dengan pembentukan eksudat berupa lapisan selaput superficial, mengandung agen penyebab, endapan fibrin, sel-sel nekrotik aktif, dan sel-sel darah putih radang. Radang membranosa sering ditemui dalam orofaring, trachea, bronkus, dan traktus intestinal.

3. Ulkus

Terjadi bila bagian permukaan jaringan hilang. Sementara jaringan sekitarnya meradang, contohnya sariawan.

4. Abses

Abses adalah lubang yang berisi nanah dalam jaringan.

5.Radang Purulen

Radang purulen terjadi akibat infeksi bakteri. Terjadi pada cedera aseptis dan dapat terjadi dimana-mana pada tubuh yang jaringanya telah nekrotik.

6. Flegmon

Radang purulen yang meluas secara difuse pada jaringan

7.Radang Supuratif

Radang supuratif adalah radang yang menimbulkan nekrosis luquaktif. Nekrosis luquaktif adalah jaringan nekrosis yang sedikit demi sedikit mencair akibat enzim. Infeksi supuratif lokal disebabkan oleh banyak macam bakteri yang secara kolektif diberi nama piogen (Pembentukan nanah). Perbedaan penting antara radang supuratif dan radang purulen bahwa pada radang spuratif terjadi nekrosis luquaktif pada jaringan dasar.

Reaksi Sistemik Pada Peradangan

1. Demam

Demam terjadi akibat pelepasan zat pirogen endogen berasal dari netrofil dan makrofag. Selanjutnyaa zat tersebut

2. Perubahan Hematologis

Peradangan dapa mempengaruhi mempengaruhi maturasi dan pengelaran leukosit dari sum-sum tulang yang mengakibatkan kenaikan jumlah lekosit, yang disebut dengan leukositosis. Perubahan protein tertentu juga terjadi bersamaan dengan perubahan Laju Endap Darah (KED).

3. Gejala Konstitusional (Gejala Tidak Sehat Secara Umum)

Pada cedera hebat terjadi perubahan metabolisme dan endokrin sehingga reaksi peradangan lokal sering diiringi gejala konstisusional berupa malaise (Lemah/lesu), anorexia (tidak nafsu makan), tidak mampu melakukan pekerjaan yang berat, sampai tidak dapat melakukan apapun.

Sumber : Materi Kuliah Patofisiologi

Pemeriksaan Laboratorium Hitung Jumlah Trombosit (Antal Trombosit) Darah

Trombosit adalah jenis sel darah yang berfungsi utama dalam proses pembekuan darah (Hemostasis). Menurut hipotesis dari J.W Wright (1986) trombosit merupakan bagian dari sitoplasma megakariosit. Teori tersebut didukung oleh beberapa hasil observasi yang disimpulkan:

-Trombosit dan megakariosit pada fetus ditemukan bersamaan.

-Pada percobaan edukasi trombositosis memperlihatkan adanya peningkatan mergakariosit.

-Ada persamaan sitokiimia antigenik antara trombosit dan megakariosit.

-Pemberian radioisotope dalam megakariosit ternyata kemudian dijumpai juga pada trombosit.

-Observasi langsung yang memperlihatkan troombosit dihasilkan oleh megakariosit.

Pemeriksaan Laboratorium Hitung Jumlah Trombosit (Antal Trombosit) Darah

Metode :

Direct counting dengan bilik hitung

Prinsip :

Darah diencerkan dengan Ammonium oxalate 1 % maka sel-sel selain trombosit dan eritrosit dilisiskan dan darah menjadi lebih encer sehingga trombosit lebih mudah dihitung. Jumlah trombosit dihitung dalam bilik hitung di bawah mikroskop dengan perbesaran sedang.

Reagensia :

-Larutan Amonium Oksalat 1% (Bisa juga digunakan Rees Ecker)

Alat-alat :

1. Tabung reaksi

2. Pipet 20 µl (adjusted), 2000 µl

3. Bilik hitung Improved Neubauer

4. Cawan Petri

5. Mikroskop

6. Counter

Spesimen : Darah EDTA

Cara Kerja :

1. Dipipetkan 2000 µl reagen ammonium oxalat 1% dan masukkan dalam tabung reaksi

2. Ditambahkan ke dalam tabung 20 µl specimen darah, campur hingga homogen

3. Cairan tersebut (reagen+darah) dipipet dengan pipet tetes, kemudian sentuhkan ujung pipet itu dengan sudut 300 pada permukaan kamar hitung dan menyinggung pinggir kaca penutup. Biarkan kamar hitung terisi cairan dengan daya kapilaritasnya.

4. Letakkan kamar hitung kedalam cawan petri yang didalamnya ada kertas tissue yang sudah dibasahi, inkubasi selama 15 menit.

5. Periksa dibawah mikroskop lensa obyektif 40X

6. Hitung trombosit. Perhitungan dilakukan dalam kotak eritrosit yaitu dalam 10 kotak sedang.

Perhitungan :

Jumlah Trombosit = N/V x P

N= Jumlah Sel

V=Volum bilik hitung = 0.04 mm3

P= Pengenceran = 101 x

Nilai Normal

Jumlah Trombosit normal adalah 150.000 – 400.000 sel/mm3 darah

Interpretasi Hasil

1.Trombositopeni : Trombositopenia adalah istilah keadaan dimana jumlah trombosit dibawah jumlah normal. Penurunan sampai dibawah 10.000 sel/mm3 darah berpotensi untuk terjadinya pendarahan dan hambatan pembekuan darah. Penyebab trombositopenia:

-Penurunan masa hidup, sekuestrasi/pemecahan abnormal : Terjadi pada Hopersplenisme,Trombopoetik Trombositopenia Pupura,Uremik Hemolitik, DIC, Sepsis,Trombositopenia Imun

-Penurunan Produksi : Terjadi pada Mieloptisis, kelainan-kelainan sumsum tulang primer, infeksi, pengaruh obat-obatan tertentu.

-Produksi yang tidak efektif : Terjadi pada proses ,megaloblastik

2.Trombositosis : Trombositopenia adalah istilah keadaan dimana jumlah trombosit diatas jumlah normal. Penyebab lazim trombositosis :

-Kelainan-kelainan Mieloproliferastif:

Terjadi pada Polisitemia vera, myeloid agranulosit, leukemia granulositik kronik, (Trombositopenia primer)

-Trombositosis sekunder:

Dapat disebabkan oleh peradangan, keganasan, penyakit hodgin, perdarahan akut, pasca splenoktomi,reboun dari defisiendi besi yang parah.

Referensi :

Penuntun Laboratorium Klinik (R.Gandasoebrata)

Buku Saku Mengenal Penyakit (Sutedjo)

Buku Saku Hematologi (Larry Water Burry)

Petunjuk Praktikum Hematologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Penyakit Mononukleosis Infeksiosa pada Manusia

Penyakit mononukleosis infeksiosa merupakan satu penyakit yang ditandai oleh demam tinggi, pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening dan limfa (kelenjar limfe). Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi dari virus Ebstein Barr (EBV), yang merupakan anggota dari family Herpesviridae (Virus Herpes). Virus Ebstein Barr ditularkan melalui Ciuman’ dan karenanya penyakit yang timbul disebut Kissing Disease. Infeksi dimulai dari menempelnya virus pada reseptor di epitel nasofaring dan orofaring yang berupa glikoprotein. Dalam epitel virus berkembang biak dan mengakibatkan ekspresi Antigen Awal (Early Antigen ‘EA’), Antigen Kapsid Virus (Viral Capsid Antigen ‘VCA’), Antigen nuklear (Nuclear Antigen ‘NA’) yang dibawa oleh virus tersebut. Selanjutnya virus masuk dan menginfeksi sel limfosit B.

Penyakit Mononukleosis Infeksiosa sering menyerang orang-orang yang berusia muda seperti anak-anak, remaja, dan dewasa muda. Gejala dan tanda-tanda Mononukleosis Infeksiosa, yaitu sebagai berikut :

Gejala klinis:

Perasaan yang tidak enak dan lesu (malaise); badan terasa hangat dan menggigil, sakit tenggorokan, badan pegal-pegal (mialgia),sakit kepala, batuk, dan tidak nafsu makan (anoreksia)

Tanda-tanda klinis :

Pembesaran atau pembengkakan kelenjar getah bening/limfe (adenopati/limfadenopati), faringitis, demam, pembesaran limfa (splenomegeli), detak jantung melemah (bradikardia), penumpukan cairan disekitar mata (Edema periorbital), timbul bintik-bintik merah si palatum mulut (anantema palatum).

Gejala dan tanda-tanda dari penyakit Mononukleosis Infeksiosa tidak spesifik sehingga untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan laboratorium. Gambaran hasil pemeriksaan laboratorium :

1.Pemeriksaan Laboratorium Dasar

-Jumlah sel darah putih : Biasanya meningkat (antara 10.000-20.000/mikroliter), jumlah maksimal terjadi selama minggu ke dua dan ketiga.

-Jumlah netrofil :Kurang dari 500/mikroliter(neutropenia)

-Jumlah Limfosit: lebih besar dari 5000/mikroliter (limfositosis absolut),mencapai maksimal pada minggu kedua penyakit klinis. Limfosit atipikal ditandai dengan pleomorfisme(variasi yg nyata)

-Hematokrit: Biasanya normal

-Jumlah trombosit: Biasanya lebih dari 100.000/mikroliter. Biasanya terjadi trombositopenia ringan. Trobositopenia sangat jarang terjadi.

-Uji fungsi hati: Ketidak normalan ringan dari enzim hati umum terjadi dan hingga 50% penderita akan menunjukkan hiperbilirubinemia ringan.

-Uji aglutinasi dingin: Seringkali meningkat (tanpa hemmolisis) akibat reaksi dari antibodi terhadap antigen sel darah merah.

2.Uji Serologi

-Antibodi Heterofil : Meningkat pada 90% penderita, walaupun peningkatan ini mungkin tidak terdeteksi samapai minggu ketiga penyakit klinis.

-Aglutinasi Sel Kuda (Uji monosit) : Merupakan uji penyaring yang sangat baik karena hasil pemeriksaan lebih sepsifik dari pemeriksaan yang menggunakan sel darah merah domba.

-Antibodi Terhadap Virus Ebstein Barr

Dewasa ini sudah tersedia sejumlah pemeriksaan serologis antibodi terhadap komponen antigenik Virus Ebstein Barr. Pemeriksaan tersebut memiliki tujuan utama untuk membedakan mononukleus infeksiosa karena EBV, heterofil negative, dengan sindrom mononukleus infeksiosa akibat agen-agen etiologi lain (misalnya : Cyto Megalo Virus).

Pengobatan Mononukleus Infeksiosa

Tidak ada terapi khusus selain perawatan suportif, pengobatan terhadap infeksi (missal :Asiklovir yang dapat mengurangi jumlah EBV), dan pembedahan terhadap rupture limpa. Steroid biasanya hanya diberikan untuk pasien-pasien dengan faringitisberat dan obstruksijalan nafas yang mengancam. Penggunaan antibiotic terutama ampisilin sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan ruam kulit yang berat.

Sumber:

-Diktat Petunjuk Praktikum Imunoserologi

-Buku Saku Hematologi Pengarang Larry Water Burry

DOWNLOAD

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More